Quantcast
Channel: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Viewing all 1373 articles
Browse latest View live

Sistem Akademik Online, Antara Toleransi Vs Membudayakan Displin Mahasiswa UIN Suska Riau

$
0
0

uin-suska.ac.id – Pada semester Ganjil tahun ini, UIN Suska Riau resmi mulai menggunakan sistem akademik online yang disebut  Integrated Academic Information System (iRaise). iRaise sendiri merupakan penyempurnaan dari sistem akademik online sebelumnya, yang lebih dikenal dengan SIMAK. Sesuai kalender akademik, perkuliahan dilingkungan UIN Suska Riau sudah harus dimulai awal September ini. Tentu saja bagi mahasiswa yang sudah terdaftar dan melakukan pembayaran uang kuliah yang dijadwalkan sejak 1 Juli hingga 31 Juli lalu.

Namun sejak beberapa hari belakangan, selalu terlihat beberapa orang mahasiswa mendatangi lantai IV Gedung Rektorat UIN Suska Riau. Ternyata, mereka merupakan para mahasiswa yang telat membayar uang kuliah, dan secara otomatis dinyatakan alpa studi. Puncaknya, Jum’at (4/9/2015)sore. Sekitar dua puluhan mahasiswa nekat mencegat dan melakukan dialog dengan rektor.

Mereka mengaku telah menemui Dekan masing-masing, dan oleh dekan mereka disuruh ke rektorat. Dengan difasilitasi ketua BEM UIN Suska Riau, melalui rektor, para mahasiswa ini meminta agar dicarikan solusi agar mereka tetap bisa kuliah pada semester ganjil ini.

Saat ditemui Suska News, Rektor UIN Suska Riau, Prof Dr H Munzir Hitami, MA mengungkapkan, sebulan yang lalu beberapa orang mahasiswa tersebut sebenarnya juga sempat  menemui Rektor. Menindak lanjuti hal tersebut, beberapa hari yang lalu, rektor  dan para pejabat terkait beserta pimpinan fakultas lainnya melakukan rapat untuk mengakomodir keinginan mereka.

Intinya, dalam rapat pimpinan tersebut, para dekan sepakat tidak lagi bisa memberikan tenggat waktu, karena dapat mengganggu sistem akademik online yang kini tengah berjalan. Hal itu juga akan berdampak pada sekitar 26.000 mahasiswa aktif yang kini mulai menjalani kuliah semester ganjil. Saat ditanyakan lebih lanjut, rektor pun menceritakan, saat ini data mahasiswa telah include dan masing-masing fakultas telah memperoleh data fix berapa jumlah mahasiswa mereka yang terintegrasi dalam iRaise. Jika 70 orang mahasiswa yang komplain ini ditambahkan lagi, otomatis akan mengacaukan sistem. Akibatnya input  dan akses data tertunda, kegiatan perkuliahan pun akan tertunda. padahal sistem pelaporan ke PD Dikti pun juga punya limit waktu. Akhirnya, ini pun bisa akan jadi temuan, dan bisa berdampak pada akreditasi universitas. Kecuali kita masih menggunakan sistem manual, mungkin bisa ditambah-tambahkan sesuai keinginan.

Lebih lanjut Munzir Hitami menceritakan, penggunaan sistem akademik online ini disamping tuntutan efisiensi karena perkembangan mahasiswa UIN Suska Riau yang sudah semakin banyak, juga untuk membudayakan disiplin. Selama ini dengan sistem akademik lama, mahasiswa juga sering terlambat, walaupun sudah dikasih penambahan tenggang waktu dan denda. Namun dengan sistem akademik baru sekarang kelalaian mahasiswa itu, jika di tolerir justru akan mengacaukan sistem. “namun merubah budaya itu memang susah” ungkap Rektor.

Pihak Universitas juga telah melakukan sosialisasi, baik melalui pengumuman yang di tempel di fakultas masing-masing, maupun secara online di web. “buktinya, sekitar 26.000 mhasiswa UIN telah melakukan pembayaran uang kuliah sesuai prosedur yang ditetapkan” ungkap Munzir. Namun demkian kita akan coba koordinasikan kembali dengan pimpinan terkait, termasuk pimpinan fakultas. “bagaimana hasilnya, kita lihat saja nanti” ungkap Munzir Hitami menutup pembicaraan.

 

Penulis : Suardi
Tim liputan Suska News (Donny, Azmi, PTIPD)

redaksi@uin-suska.ac.id


Akhlak terhadap Lingkungan (Dr. Husni Thamrin)

$
0
0

ALASAN pembangunan, maka alam ini pun habis dijarah oleh manusia. Alasan keperluan hidup manusia, membuat lingkungan di muka bumi semakin hari semakin tidak nyaman untuk dihuni. Tanda-tanda ke arah itu sudah sangat jelas. Kerusakan lingkungan hidup dan bencana alam ada di mana-mana. Saat ini asap mengancam  kita. Dalam menghadapi situasi yang demikian itu, , muncul pertanyaan, apakah ibadah kita yang akan kita jalani bermanfaat bagi kelestarian alam, mampu membendung dari perilaku  buruk yang merusak bumi ini? Atau seperti ibadah rutinitas yang tidak bermakna?

Salah satu penyebab serius anomoli sosial dan kerusakan lingkungan adalah keserakahan manusia. Manusia banyak melakukan eksploitasi sumber daya alam seperti air, udara, hutan, danau, laut, mineral tambang emas, perak, nikel, batu bara diambil tanpa batas. Nah, melalui ajaran Islam sebenarnya kita ingatkan bahwa perilaku  berkelebihan tidak hanya merusak lingkungan dan anomoli sosial tetapi menjauhi diri kita dari Allah SWT. Syariat Islam mengajarkan kita agar tidak bersifat serakah (tamak) dan mengeksploitasi  alam yang berlebihan, Muslim yang beriman adalah mampu menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang serakah, individualis, tamak, rakus, merusak sesama manusia serta merusak  alam dan lingkungan.

Banyaknya kerusakan alam dan bencana yang terjadi seperti kebakaran hutan, banjir, pemanasan global, tanah longsor dan bencana  ekologis lainnya, merupakan akibat dari keserakahan manusia yang berlebihan.

Dalam kearifan lokal Melayu yang bersendi syara’, disebutkan bahwa ketika manusia tidak mengendalikan diri dengan ajaran agama, tidak dipandu dengan adat, dan tidak mempunyai tradisi yang baik, maka dia akan mendatangkan bencana  dalam kehidupan. Kemudian, kerusakan itu akan berbalik mengancam manusia itu sendiri. Ini yang akan mempercepat kehancuran atau kiamat kecil, meskipun kiamat yang sebenarnya adalah rahasia Allah semata. Keadaan ini sudah dibidai oleh orang patut Melayu : “Apabila rusak alam sekitar. Sempi tidak dapat berlegar. Goyah tidak dapat bersandar. Panas tidak dapat mengekas. Hujan tidak dapat berjalan. Teduh tidak dapat berkayuh. Apabila alam sudah binasa. Bala turun celaka tiba. Hidup melarat terlunta-lunta. Pergi kelaut malang menimpa. Pergi ke darat miskin dan papa. Pergi ke laut ditelan ombak. Pergi ke darat kepala tersundak. Hidup susah kepala pun sesak. Periuk terjerang nasi tak masak. Apabila alam menjadi punah. Hidup dan mati takkan semenggah. Siang dan malam ditimpa musibah. Pikiran kusut hati gelebah. Apabila rusak alam lingkungan. Disitulah puncak segala kemalangan. Musibah datang berganti-gantian. Celaka melanda tak berkesudahan. Hidup sengsara binasalah badan. Cacat dan cela jadi langganan. Hidup dan mati jadi sesalan. Apabila alam porak poranda, di situ tumbuh  silang sengketa. Aib datang malu menimpa”.

Dalam pandangan kearifan ekologis orang Melayu  bahwa ajaran agama dipahami dan dihayati oleh manusia sebagai sebuah cara hidup,  dengan tujuan untuk menata seluruh hidup manusia dalam relasi yang harmonis dengan sesama manusia dan alam. Selalu ingin mencari dan membangun harmoni di antara manusia, alam , masyarakat yang bersifat eco religius dengan didasarkan pada pemahaman dan keyakinan bahwa yang spritual  menyatu dengan yang material. Harmoni dan keseimbangan sekaligus juga dipahami sebagai prinsip atau nilai paling penting dalam tatanan ecocosmis. Ini sejalan dengan Firman Allah SWT dalam Alquran : “Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu tang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang. Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang”. (QS al-Mulk:3).

Pengaruh langsungnya makna ayat ini adalah setiap perilaku manusia, bahkan sikap batin yang paling tersembunyi di lubuk hatinya, harus ditempatkan dalam konteks yang skaral, dalam spritualitas, konsep ini membangun konstruksi eco-religius. Maka, baik secara individual maupun kelompok, perilaku dan sikap batin manusia harus murni, bersih, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia , maupun terhadap alam. Sikap hormat dan menjaga hubungan baik, yang tidak boleh dirusak dengan perilaku yang merugikan, menjadi prinsip akhlak yang selalu dipatuhi dan dijaga dengan berbagai kegiatan  ibadah dan dengan nilai-nilai kesalehan sosial seperti sedekah, zakat, infak dan kepekaan terhadap manusia dan lingkungan. Dalam konteks ini ibadah tidak hanya hubungan manusia dengan Allah dan sesama manusia, tetapi juga hubungan harmonis manusia terhadap lingkungan dan alam semesta ini sejalan dengan ajaran Alquran:  “Dan janganlah kamu berbuat  kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum  kedatangan rahmat-Nya hingga apabila angin itu telah membawa angin mendung, kami halau ke suatu daerah tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah. Dan tanah yang tidak subur, tanam-tanamannya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran kami, bagi orang-orang yang bersyukur.(Al-A’raf: 56-58).

Dalam hal ini, konsep akhlak  adalah tuntutan inheren manusia dan lingkungan alam semesta. Akhlak ini tidak hanya menyangkut perilaku manusia dengan sesamanya, tetapi juga manusia dengan dirinya dan juga dengan alam dan dengan Allah SWT. Makna ibadah dalam konteks ini ada keyakinan eco-religius, bahwa sikap batin dan perilaku yang salah, terhadap merusak hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan  akan mendatangkan malapetaka dan bencana baik bagi diri sendiri maupun  tanggung jawab manusia kepada Allah sebagai khalifah di muka bumi. Dalam konteks itu dapat dipahami bahwa semua bencana alam banjir, kekeringan, hama, kegagalan panen, tidak adanya hasil tangkapan di laut, diserang hama dan taun semuanya dianggap sebagai bersumber dari kesalahan sikap batin dan perilaku manusia, baik terhadap alam dan kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Ini sejalan dengan Firman Allah dalam Alquran: “Telah nampak kerusakan di dart dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sbagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. Katakanlah : adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu. Kebanyakan mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah”. (QS Ar-Rum: 41-42).

Perlu ada rekonstruksi dan revitalisasi dalam bentuk kesalehan ritual dan sosial dalam melihat makna ibadah  dalam konteks lingkungan hidup yang tidak akan membawa bencana baik untuk sesama yang dirugikan maupun untuk alam yang telah dieksploitasi. Dengan kata lain, perilaku berakhlak, baik terhadap sesama manusia, maupun terhadap alam, adalah bagian dari cara hidup, dari adat kebiasaan , dari akhlakul karimah tersebut yang menghargai dan tunduk kepada ketentuan sunnatullah. Di sinilah ajaran Islam dapat menjaga keharmonisan manusia dengan manusia, manusia dengan Sang Pencipta, dan manusia dengan lingkungan hidup.

 

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Jumat, 4 September 2015

redaksi@uin-suska.ac.id

Sosialisasi dan Seminar Kurikulum Berbasis KKNI UIN Suska Riau; Hotel Ibis Pekanbaru, 7-8 September 2015

UIN Suska Riau Pertegas Integrasi Keilmuan dalam Kurikulum

$
0
0

uin-suska.ac.id – Integrasi Keilmuan Sains dan Islam, menjadi salah satu hal yang fundamental dalam konversi  IAIN menjadi UIN Suska Riau. Ini juga menjadi cita-cita yang tertuang dalam Visi UIN Suska Riau dalam bentuk melahirkan para alumni yang memiliki kompetensi Keislaman pada suatu sisi, pengetahuan , pemahaman dan  life skill sesuai bidang prodi masing-masing di sisi lainnya. Hal itu diungkapkan Rektor UIN Suska Riau, diwakili Dr Hj Helmiati, M.Ag  pada pembukaan acara Sosialisasi dan Seminar Tentang Kurikulum Berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang ditaja Bagian Akademik  UIN Suska Riau Senin (7/9/2015). Bertempat di Hotel Ibis Pekanbaru.

Seperti diungkapkan Kepala Biro  Administrasi Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama (AAKK) UIN Suska Riau, Dra. Kafrina, kegiatan ini dilandasi UU No 12 tahun 2012. Peserta yang diundang meliputi seluruh Ketua Prodi dilingkungan UIN Suska Riau.

Dalam kegiatan yang dijadwalkan selama dua hari itu, Dr Helmiati, M.Ag juga mengungkapkan, meskipun sudah ada beberapa fakultas dan prodi yang telah mulai menerapkan kurikulum KKNI di UIN Suska Riau, namun tahun ini kita akan lebih mengambil langkah sistematis dan masif.

Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan besar sesungguhnya yang akan dipertegas  di UIN Suska Riau. “Sosialisasi dan seminar ini menjadi  starting point  untuk kegiatan besar itu”. Ungkap Helmiati. Kenapa demikian, karena UIN Suska Riau diberikan dua beban tugas dalam tanggung jawab pengembangan kurikulum. Pertama, bagaimana menerapkan dan mengembangkan kurikulum KKNI sesuai amanah UU No 12 Tahun 2012 dan permendikbud no 37 tahun 2013. Kedua, mengakomodir paradigma konsep integrasi Sains dan Islam dalam kurikulum sesuai cita-cita UIN Suska Riau.

Dalam hal penerapan kurikulum KKNI, setelah ini akan dilakukan kegitan-kegiatan lanjutan baik dalam bentuk seminar, workshop dan focus discussion group bersama tim pemngembangan kurikulum UIN Suska Riau. Sedangkan untuk mengakomodir paradigm konsep integrasi ilmu, juga telah dilakukan beberapa rumusan, dan pengumpulan tulisan dan makalah para akademisi dan guru besar UIN Suska Riau sebagai bahan kajian.

Sehingga point-point inti penerapan dan pengembangan kurikulum KKNI, serta  konsep dan paradigma integrasi keilmuan terakumulasi dan tertuang dalam kurikulum kita. Ungkap Helmiati. Dalam acara ini menghadirkan narasumber diantaranya, Achmad Ridwan yang juga tim adhoc BSNP sekaligus Wakil Rektor  IV bidang Perencanaan dan Kerjasama Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

 

Penulis: Suardi

(Tim liputan Suska News: Azmi, Donny, PTIPD)

 

redaksi@uin-suska.ac.id

DIRGAHAYU Resimen Mahasiswa Satuan 042 / Indra Bumi ke- 43

SURAT EDARAN PEMBERITAHUAN LIBUR

$
0
0
  1. Kegiatan Perkuliahan dan Pelayanan Diliburkan mulai hari Selasa s/d Rabu tanggal 15 s/d 16 September 2015
  2. Untuk hari Kamis 17 September 2015 tetap masuk seperti biasa

Upacara Peringatan HUT ke-43 Satuan Resimen Mahasiswa 042 Indra Bumi; Rektor UIN Suska Riau Ditetapkan Sebagai Anggota Kehormatan

$
0
0

uin-suska.ac.id – Kabut asap yang kian tebal disertai bau menyengat dari kebakaran lahan gambut yang terasa menusuk hidung dan menyesaki  tenggorokan pagi itu, Senin (14/9/2015) ternyata  tak menyurutkan langkah para anggota Resimen mahasiswa yang telah memadati  halaman gedung Rektorat UIN Suska Riau, Kampus Raja Ali Haji Panam.

Para anak muda mengenakkan stelan ala militer lengkap dengan atributnya, tampak semangat mengatur barisan masing-masing. Pagi itu digelar upacara puncak peringatan HUT ke-43 Resimen Mahasiswa Satuan 042 Indra Bumi UIN Suska Riau. Sekaligus penutupan “Regu Beranting”  yang dimulai sejak (12/9/2015) lalu

Tepat pukul 08.00 WIB pagi, upacara pun dimulai. Begitu Inspektur upacara yang juga komandan Resimen Mahasiswa Indra Pahlawan Riau, menuju podium upacara, secara serentak para komandan barisan menyiapkan barisan masing-masing. Upacara dihadiri Danrem 031 wira Bima yang diwakili Kepala Staf Korem (Kasrem), Kolonel (Czi) I Nyoman Parwata, perwakilan Polda Riau, Danlanud Roesmin Nurjadin, Wakil Rektor UIN Suska Riau, Direktur Pasca sarjana, Dandim 031 Wira Bima dan danden POM 031 Wira Bima, para anggota TNI Polri, serta para civitas UIN Suska Riau lainnya.

Setelah penghormatan dan laporan komandan upacara, dilanjutkan dengan pengucapan Panca Darma Menwa. Sejurus kemudian, tampak Pasukan “ Regu Beranting” membawa sebuah bendera ungu yang merupakan tunggul satuan. Hadirin yang hadir pun sontak berdiri, yang dilanjutkan dengan penghormatan kepada tunggul satuan. Setelahnya, semua hadirin dipersilahkan duduk kembali.

Para “regu beranting” pun melakukan prosesi penyerahan tunggul satuan, bersamanya  diserahkan juga empat buah tabung warna ungu dan dua buah ransel. Dari laporan kepada inspektur upacara, ternyata tabung ungu itu, berisi lembaran Paca Darma Menwa, lembaran Tekad Pendirian Menwa, lembaran Tridharma Perguruan Tinggi dan penetapan HUT Menwa 042 Indra Bumi. Sedangkan dua buah ransel tersebut berisi bantuan logistic dan bantuan kesehatan.

Puncaknya, prosesi pelantikan sebagai anggota kehormatan Rektor UIN Suska Riau, Prof Dr H Munzir Hitami, MA, yang ditandai dengan pemasangan baret ungu dan penyerahan penghargaan sebagai anggota kehormatan oleh Komandam Menwa Indra Pahlawan Riau.

Dalam amanahnya sebagai inspektur upacara, Komandan Menwa Indra Pahlawan Riau, Indra Pomi Nasution, ST, Msi mengungkapkan, dalam kiprahnya selama ini Resimen Mahasiswa Satuan 042 Indra Bumi UIN Suska Riau, termasuk salah satu satuan terbaik dan sangat aktif. Hal itu, tentunya tak lepas dari perhatian besar dan pembinaan Rektor UIN Suska Riau sebagai pimpinan universitas. Oleh karena itu, Menwa Indra Pahlawan Riau menetapkan Rektor UIN Suska Riau sebagai anggota kehormatan Menwa Satuan 042 Indra Bumi UIN Suska Riau.

Pada kesempatan tersebut, Indra Pomi juga memberikan ucapan selamat dan terimakasih atas jasa, sumbangsih dan partisipasi aktif rektor dalam membina dan mengayomi serta mengembangkan kelangsungan eksistensi Menwa, khususnya di UIN Suska Riau.

Pria berperwakan tegap ini juga tak lupa mengucapkan Tahniah HUT ke-43 Satuan 042 Indra Bumi UIN Suska Riau. “Kita berharap agar para anggota satuan 042 semakin solid dan eksis menjaga kestabilan dan keamanan kampus dan luar kampus, sesuai dengan Pancadarma Menwa dan Tridharma Perguruan Tinggi”. Ungkap Indra.

Dalam perjalanannya, Menwa merupakan bagian tak terpisahkan dari perkembangan suatu bangsa. Menwa lahir dari perjalanan panjang sejarah dan dari semangat moral dan spiritual yang terbangun dari tradisi Budaya dan hidup dimasyarakat. Dimulai dari tradisi nasional, yang diwujudkan dengan terbentuknya Tentara Pelajar. Merupakan para pejuang yang meninggalkan sekolah demi mempertahankan Negara. Menwa dideklarasikan sebagai wadah penyalur potensi mahasiswa sebagai wadah bela Negara.

Usai pelaksanaan upacara, juga dilakukan pemotongan tumpeng HUT ke 43 Satuan 042 Indra Bumi. Dalam arahannya Danrem 031 wira Bima yang diwakili Kasrem, Kolonel (Czi) I Nyoman Parwata menyampaikan, keberadaan Menwa sejak dahulu hingga sekarang diakui keberadaannya. Sebagai komponen cadangan, yang setiap saat siap untuk digerakkan untuk kepentingan bangsa dan Negara.

Untuk itu, saat ini merupakan momen yang sangat bagus untuk memainkan peran. Ditengah Riau yang saat ini sedang dilanda bencana kabut asap. “Tak harus menunggu panggilan pusat, karena sebagai komponen bangsa, pasti kita merasa terpanggil. Untuk itu mari kita bekerjasama menanggulangi bencana ini” ungkap I Nyoman Parwata semangat.

 

 

Penulis: Suardi

(Tim liputan Suska News: Donny, Azmi, PTIPD)

 

redaksi@uin-suska.ac.id

Haram Membakar Lahan (Dr. Akbarizan)

$
0
0

Oleh Dr. Akbarizan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

HUKUMAN bagi pelaku pembakaran lahan dan hutan sebenarnya telah jelas dan terang. Pelaku dapat dipidanakan dengan mengacu kepada Undang-Undang (UU) No. 41/1999 tentang kehutanan. Pelaku tersebut menurut UU diancam pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Selain itu pelaku juga dapat dikenakan UU No. 18/2004 tentang perkebunan yang menyatakan apabila pembakaran dilakukan dengan sengaja diancam pidana paling lama 3 tahun dan denda Rp 3 miliar.

Disamping itu, undang-undang mengenai pembakaran lahan juga termaktub dalam UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, lalu UU No. 5/1990 tentang Konservasi Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ada juga UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Melarang Pembakaran Lahan. Bahkan undang-undang itu mewajibkan pemilik lahan menjaga lahannya agar tidak terbakar.

Pertanyaannya, mengapa setiap tahun Riau atau Sumatera selalu diselubungi oleh asap akibat pembakaran ini. Bukankah UU yang mengancam  pelaku telah ada, penegakan hukum pun “telah dilakukan”. Apakah lahan dan hutan itu terbakar sendiri lalu dibiarkan . Pernyataan bahwa lahan terbakar sendiri telah dibantah oleh ketua BNPB yang menyatakan bahwa 90 persen lahan tersebut sengaja dibakar oleh pemiliknya. Lalu apa lagi yang harus dilakukan?

Salah satu yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran dan keyakinan masyarakat  melalui ajaran agama bahwa membakar lahan atau membiarkan lahan terbakar adalah dosa, kejahatan yang diancam dengan siksa nantinya. Tulisan ini ingin menjelaskan bagaimana pandangan Islam tentang membakar lahan atau membiarkan lahannya terbakar pada musim kemarau.

Ada sekurang-kurangnya lima dasar hukum membakar lahan atau membiarkan lahannya terbakar pada musim kemarau. Pertama, larangan berbuat kerusakan. Hal ini berdasarkan firman Allah surah al-A’raf ayat 56 yang artinya “Dan janganlah kamu membuat  kerusakan  di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada Allah, dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

Ayat ini melarang pengrusakan di muka bumi. Pengrusakan adalah salah satu bentuk pelanggaran  atau bentuk melampaui batas. Menurut kajian ushul fiqh, ketika seseorang dilarang melakukan sesuatu berarti ia diperintahkan untuk melakukan kebalikannya. Misalnya, kita dilarang merusak alam berarti kita diperintah untuk melestarikan alam. Adapun status perintah tersebut tergantung status larangannya. Contoh, status larangan merusak alam adalah haram, itu menunjukkan perintah melestarikan alam hukumnya wajib. Sementara itu, Fakhruddin al-Raziy dalam menanggapi ayat di atas, berkomentar bahwa, ayat di atas mengindikasikan larangan membuat mudarat. Pada dasarnya, setiap perbuatan yng menimbulkan mudarat itu dilarang agama. Al-Qurtubi menyebutkan dalam tafsirnya, penebangan pohon juga merupakan tindakan pengrusakan yang mengakibatkan adanya mudarat. Beliau juga menyebutkan bahwa mencemari air juga masuk dalam bagian pengrusakan.

Kedua, larangan terhadap perbuatan yang dapat menimbulkan mudarat atau merugikan orang lain. Rasulallah bersabda yang artinya “dari Ibnu Abbas radhiayallahu ‘anhuma bahwa Nabi  Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “ Tidak boleh menimbulkan kemudaratan atau membalas  kemudaratan  dengan kemudaratan”.

Ketiga, menjaga kebersihan kemaslahatan umum bagian dari iman, menghapus dosa dan dapat menjadi sebab masuk surga. Rasulallah bersabda yang artinya “ dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasaalam bersabda “Iman itu terdiri dari tujuh puluh sekian cabang. Yang terutama adalah ucapan Laa Ilaha Illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalanan. Sikap malu adalah salah satu cabang dari iman.” Dalam hadist lain Rasulallah bersabda yang artinya “ dari Ma’qal bin Yasar berkata , “Aku mendengar Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ barangsiapa yang menyingkirkan kotoran dari jalanan kaum muslimin, perbuatannya dicatat sebagai satu kebaikan. Barangsiapa yang diterima darinya satu kebaikan, ia akan masuk surga.” Dalam kesempatan lain Rasulallah bersabda yang artinya “ dari Abu Dzar dari Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Ditampakkan kepadaku amalan umatku, yang baik dan yang buruk. Aku dapati diantara amal baik ialah kotoran yang disingkirkan dari jalan. Dan aku dapati diantara amalan yang jelek ialah air liur yang dibuang di masjid dan tidak ditimbuni (tanah).” Rasulallah juga bersabda yang artinya “ dari Abu Hurairah  Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dulu ada seorang laki-laki yang jalan di sebuah jalan. Tiba-tiba dia melihat ranting pohon berduri. Dia singkirkan ranting itu maka  Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.”

Keempat, larangan mencemari sesuatu. Rasullallah bersabda yang artinya “ dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Jauhilah dua perbuatan yang mendatangkan laknat!” Sahabat-sahabat bertanya, “Apakah dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu ? “Nabi menjawab, “Orang yang buang air besar di jalan umum atau di tempat berteduh manusia.” Rasulallah bersabda yang artinya “dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah seorang dari kalian kencing di air tenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya.”

Kelima, larangan memotong tumbuhan tanpa alasan yang jelas. Rasulallah bersabda yang artinya “dari Abdullah bin Habasyi berkata, “Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “ Barangsiapa yang menebang sebatang sidr (sejenis pohon obat). Allah akan menundukkan kepadanya di dalam neraka.”

Pembakaran lahan atau hutan secara luas di Provinsi Riau jelas masuk dalam kelima dasar di atas. Karena ia perbuatan merusak, memberikan mudarat bagi manusia, bukan bagian  menjaga kemaslahatan umum, mencemari udara dan menghilangkan (memotong) pohon-pohon  yang diperlukan oleh orang banyak. Ia telah menyebabkan pemanasan global dan meningkatnya suhu bumi sekaligus  mengancam keselamatan kehidupan manusia dan lingkungan hidup.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan melakukan pembakaran lahan atau membiarkan lahan terbakar di musim kemarau (kabut asap) seperti saat ini adalah perbuatan maksiat, mendurhakai perintah Allah. Ini adalah perbuatan haram. Wallahu a’lam bisshawab.

 

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Senin 14 September 2015

redaksi@uin-suska.ac.id

 


Mitigasi Bencana Asap (M. Badri)

$
0
0

Oleh M. Badri

Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau

 

BENCANA  kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatra dan Kalimantan masih terus terjadi. Dampak dan kerugian yang ditimbulkan juga sangat besar. Pada bencana asap di Riau pada 2014 lalu saja kerugian ekonomi mencapai lebih Rp 20 triliun. Sedangkan, biaya penanggulangannya menyedot dana sekitar Rp 164 miliar.

Tahun ini, diperkirakan lebih besar karena melanda lebih banyak daerah. Padahal, bila pemerintah serius melakukan mitigasi bencana asap, kerugian tersebut dapat diminimalisasi.

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No 24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Mitigasi merupakan bagian dari siklus manajemen bencana, baik bencana alam, maupun karena ulah manusia. Namun, selama ini aspek mitigasi bencana lebih banyak dilakukan pada bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, dan longsor.

Dalam penjelasan UU Penanggulangan Bencana disebutkan, kebakaran hutan atau lahan merupakan salah satu potensi bencana yang disebabkan faktor alam maupun nonalam (faktor manusia). Berbagai studi dan analisis yang dilakukan pihak berkompeten, baik lembaga pemerintahan maupun organisasi nasional dan internasional juga menyimpulkan bahwa hampir 100 persen kebakaran hutan dan lahan di Indonesia disebabkan oleh perbuatan manusia (Syaufina, 2008).

Melihat karakteristik karhutla dan potensi kerugian yang ditimbulkan maka mitigasi bencana asap merupakan kebutuhan mendesak. Mitigasi ini harus menjadi kebijakan aktif yang dikelola secara nasional dan lintas sektoral. Kegiatannya berupa penyuluhan dan sosialisasi pencegahan karhutla, peningkatan penegakan hukum, meningkatkan modal sosial dan partisipasi masyarakat, pembuatan kanal dan embung, dan sebagainya.

Mitigasi dalam manajemen bencana termasuk ke dalam fase pengurangan risiko prabencana. Pada fase ini dilakukan tindakan pengurangan risiko jangka panjang. Untuk kasus bencana karhutla, upaya mitigasi masih belum efektif karena tidak ada lembaga khusus penanggulangan karhutla. Saat ini, baru melalui satuan-satuan tugas. Akibatnya, bencana asap yang melanda Indonesia sejak 1997 itu dari tahun ke tahun semakin parah.

Melihat potensi bencana karhutla sudah selayaknya pemerintah membentuk lembaga khusus untuk menanggulangi karhutla. Hal ini cukup realistis bila melihat potensi bencana karhutla di Indonesia yang umumnya melanda kawasan gambut, perkebunan, dan hutan. Saat ini, baru Sumatra dan Kalimantan. Ke depan, berpotensi melanda Sulawesi dan Papua seiring pengembangan kawasan perkebunan di daerah tersebut.

Selain itu, karhutla merupakan bencana dengan karakteristik berbeda dibanding bencana lainnya. Hal ini karena melibatkan banyak pemangku kepentingan terkait kehutanan, lingkungan, perkebunan, hingga penegakan hukum. Institusi yang terlibat dalam penanganannya pun lintas sektoral.

Penelitian Olsen dkk (2014) tentang penanganan bencana asap akibat kebakaran hutan di Amerika Serikat yang dipubliksikan di jurnal Environmental Management juga menemukan permasalahan sama, yaitu perlunya meningkatkan komunikasi antarlembaga, intralembaga, dan masyarakat. Prioritas utamanya adalah komunikasi antarlembaga yang berhubungan dengan kebakaran dan alokasi sumber daya lembaga untuk kegiatan mitigasi. Selain itu, perlu membangun jejaring sosial di masyarakat dan membangun hubungan jangka panjang antara pemerintah dan masyarakat.

Dengan adanya lembaga khusus ini, diharapkan sistem birokrasi, koordinasi, dan penegakan hukum karhutla semakin baik. Lembaga itu juga dapat mengatasi lambannya kepala daerah dalam mengatasi bencana asap. Menunggu parah baru minta bantuan ke pusat. Bahkan, Presiden pun harus turun tangan mengatasi bencana asap karena banyak kepala daerah gengsi dan ragu-ragu menyatakan darurat asap.

Selain penguatan kelembagaan, mitigasi bencana asap harus melibatkan masyarakat di lokasi rawan karhutla. Revitalisasi Masyarakat Peduli Api (MPA) untuk pencegahan karhutla bisa menjadi salah satu solusi kegiatan mitigasi. MPA merupakan kelompok masyarakat yang diberdayakan dalam pengendalian karhutla. Tugasnya, antara lain, melakukan penyuluhan pencegahan kahutla, pemadaman dini, serta memberikan informasi kepada pihak berwenang terkait kejadian karhutla dan pelakunya.

Beberapa daerah sebenarnya memiliki MPA yang tersebar di desa rawan karhutla. MPA ini umumnya bentukan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, dan LSM. Namun, tidak semua MPA berfungsi. Banyak yang dibentuk hanya berdasarkan proyek, kepentingan jangka pendek, dan tidak mendapat pendampingan berkelanjutan. Padahal, MPA merupakan garda terdepan pencegahan karhutla.

Belum maksimalnya pemberdayaan MPA disebabkan kurangnya koordinasi lintas sektoral di pusat dan daerah, sehingga pembinaan dan pendampingan MPA belum merata. Bahkan, di Riau terdapat kasus, anggota MPA yang melakukan pemadaman dini di lokasi kebakaran lahan malah ditangkap aparat keamanan. Untuk itu, dalam merevitalisasi MPA perlu dilakukan beberapa langkah.

Pertama, penguatan kelembagaan yang didukung oleh regulasi untuk memberikan perlindungan hukum dan jaminan sosial kepada anggota MPA. Kedua, membangun jejaring pendampingan MPA yang melibatkan pemerintah, swasta, dan LSM.

Ketiga, mengoptimalkan alokasi kegiatan corporate social responsibility (CSR) perusahaan perkebunan dan kehutanan untuk MPA. Keempat, memberikan insentif kepada MPA melalui kegiatan ekonomi produktif.

Penguatan kelembagan dan revitalisasi MPA di atas merupakan faktor penting dalam mitigasi bencana asap. Sebab, karhutla merupakan bencana yang dapat diprediksi kejadiannya, setiap musim kemarau dan El Nino. Upaya mitigasinya tidak cukup mengandalkan pemerintah, tapi perlu melibatkan banyak pihak, terutama masyarakat.

 

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dimuat di Republika pada hari Selasa, 15 September 2015

redaksi@uin-suska.ac.id

PTIPD UIN Suska Riau Dipercaya Sebagai Penyelenggara CAT BRIGADIR Khusus Penyidik POLDA Riau 2015

Riau Merdeka (Asap) (Dr. Elviriadi)

$
0
0

Dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan

SEDANG duduk di pelataran kampus, saya didatangi seorang mahasiswa. Dia bertanya, gambut kalau tidak digunakan lalu untuk apa? Apakah rugi Riau jika dibiarkan? Sang mahasiswa yang belakangan saya ketahui sudah mulai “main mata” dengan “lembaga hitam” penimbul asap, ingin juga meluruskan pengertiannya tentang seluk beluk gambut. Saya jelaskan bahwa gambut merupakan “markas” keanekaragaman hayati, tempat berkumpul ribuan makhluk hidup non manusia di muka bumi. Penelitian kolega saya Jatna Supriatna, seorang pakar konservasi, terdapat 515 jenis mamalia di hutan rawa gambut se-rata Riau. Selain itu, terdapat 223 jenis reptil, 879 jenis burung, 125 amfibi dan 28 jenis primata. Untuk flora, terdapat tumbuhan palmae 477 jenis dan memiliki 230 spesies dipterocarpaceae yang  bernilai tinggi, ikan air tawar 759 jenis dan belum terhitung hewan bawah air seperti  molusca dan avertebrata air.

Dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki, gambut sepatutnya dipertahankan keasliannya. Jasa lingkungan gambut terutama sebagai emisi (penangkap) karbon yang memitigasi efek rumah kaca, menabung air ketika musim penghujan dalam busanya yang fleksibel dan melepaskannya ketika kemarau. Berbagai jenis tanaman  (sayuran, buah-buahan) langka dan endemik  yang belum  pernah terdengar, jika diuangkan, maka tidak ternilai harganya.  Impor pangan yang menelan miliaran hingga triliunan APBN pertahun tidak diperlukan lagi. Belum lagi bila diteliti jenis hewan tertentu yang bila dipatenkan bisa menginspirasikan pembuatan teknologi tertentu. Seperti pada tahun 2014 lalu, seorang peneliti Jerman menemukan jenis laba-laba di hutan gambut Kalimantan Barat yang unik. Berkat kajian terhadap bentuk jaring laba-laba itu, Jerman berhasil membuat baju kalis peluru  yang kini diburu negara adikuasa dunia. Bahkan di tahun 2013, ditemukan cicak hutan yang memiliki morfologi yang unik di hutan Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Segera peneliti Inggris mematenkannya. Dari struktur morfologis dan kemampuan melayang di udara cicak ajaib itu, dapatlah Harvard University menciptakan pesawat tanpa awak yang tak mampu dideteksi radar. Harga cicak itu bila ditaksir setelah dielaborasi ilmiah mencapai 2,3 miliar per ekor. Sedangkan pemerintah Riau tak tahu menahu, cicak hanya menjadi mainan anak-anak di malam hari yang diketapel dengan karet.

Pepesan Kosong

Malangnya, bangsa Indonesia yang besar ini tidak melihat potensi sumberdaya alam sebagai aset masa depan. Pengelolaan negara yang tidak berbasis ilmu pengetahuan membuat khazanah sumberdaya alam dipandang sebagai alat pemuas keperluan materialistis. Yang dianggap aset dan potensi anggaran negara hanya uang tunai yang dibayarkan melalui pajak menunggak atau transaksi moneter. Dari sinilah para cukong atau pemain kayu masuk meminta izin konsesi di wilayah gambut ke pemerintah pusat. Gambut mengalami “pemerkosaan” siang malam, diiris-iris, seluruh makhluk hidup diatasnya dibakar hidup-hidup, dan untuk menghidupkan tanaman sakit bernama akasia, seluruh hutan rimba belantara rata dengan tanah.

Tanah Melayu yang cinta ketentraman, tiba-tiba haru biru tersebab serbuan asap yang menderu-deru. Beratus warga yang terserang ISPA, sekolah libur dan gangguan pernafasan akut. Tokoh-tokoh lokal mulai angkat bicara, ramai-ramai menyalahkan pemerintah pusat. Tersebab pemerintah pusat dipandang memberi pepesan kosong pada pemain sumberdaya alam yang serakah.

Riau Merdeka dari Asap

Tuntutan Riau Merdeka asapa bergulir ketika Blue Green menggelar seminar dan deklarasi Riau Merdeka Asap pada 8 September lalu  di aula Perpustakaan Wilayah Soeman Hs. Saya dan beberapa narasumber lain diminta membahas isu asap yang melanda Riau. Berbagai ide dimunculkan, dan fakta-fakta penyebab, akibat-akibat masif yang ditimbulkan diungkapkan di permukaan. Peserta yang sebagian besar mahasiswa dan para aktivis lingkungan mengambil kesimpulan dalam dua kutub  : bebaskan Riau dari asap, atau Riau melepaskan diri alias merdeka! Kehendak merdeka dari pemerintaha pusat sesungguhnya sudah menguat ketika tahun 1999 seorang tokoh Riau Prof Tbarani mendeklarasikan Riau Merdeka yang langsung berganti Riau Berdaulat karena tekanan militer pusat. Isu ketidakadilan terhadap eksploitasi minyak bumi Riau yang dibalas limbah dan penggusuran Sakai dan hak ulayat anak kemenakan oleh BUMN dan hak penguasaan hutan (HPH) perusahaan penjarah SDA menjadi isu sentral di tahun-tahun inkubasi Riau Merdeka bin Tabrani waktu itu.

Apa yang terjadi ke depan tak bisa diprediksi, yang pasti bila pemerintah pusat yang sudah terkooptasi menganggap suara Riau suara ta berarti, niscaya tuntutan Riau Merdeka bergema kembali.

 

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau POs Edisi Senin, 21 September 2015

redaksi@uin-suska.ac.id

Pembunuhan Terencana (Prof. Dr. Alaidin Koto)

$
0
0

Guru Besar Fakultas Syari’ah dan  Ilmu Hukum UIN Suska Riau

KITA sedang diracun Pak.” Begitu kalimat pendek seorang sopir taksi meluncur secara spontan ketika kami dihadang kabut asap yang cukup mengganggu pandangan dan pernafasan lima hari yang lalu. “Kita berharap asap akan reda setelah angin kencang dan hujan lebat tadi malam, tetapi ternyata pagi sudah diselimuti asap lagi. Kapankah azab ini akan berakhir Pak?“ Ia bertanya dengan suara yang getir.

Bergetar hati saya mendengar pernyataan dan pertanyaan sang sopir itu. Bukankah apa yang dikatakannya benar adanya? Kita sedang menghisap racun. Kita sedang dikerumuni oleh racun yang bergentayangan sampai ke bilik dan kamar mandi? Hampir tidak ada lagi ruang tempat  menghirup udara, kecuali juga menghisap racun? Lalu, bukankah itu berarti bahwa kita sedang dipaksa untuk membunuh diri sendiri secara pelan-pelan oleh orang yang membuat asap itu berterbangan masuk ke dalam tubuh kita? Ucapan si sopir itu sederhana sekali, tetapi cukup untuk memahami betapa getirnya ia hidup di negeri seperti ini. Tentu, bukan hanya dia yang punya perasaan seperti itu. Semua yang tinggal di negeri ini, tidak hanya manusia, bahkan flora dan fauna pun merasakan derita betapa asap telah menjadi azab buat mereka.

Bagaikan orang yang mau berteriak karena dada telah penuh sesak oleh masalah, tapi tidak tahu ke mana teriak akan diarahkan, ke mana pertanyaan mau diajukan. Sepertinya, Allah pun sudah “enggan” untuk menjawab pertanyaan dan mengabulkan permohonan. Bukankah Yang Maha Kuasa telah bersabda, Laha ma kasabat, wa’alaiha maktasabat. Itu risiko yang harus diterima. Terimalah kebaikan dari setiap kebaikan yang dikerjakan, dan terimalah pula hukuman dari setiap kejahatan yang dikerjakan juga. Doa tidak akan diijabah, keadaan buruk juga tidak akan diubah menjadi baik, sampai perangai buruk dibuang dan diganti dengan yang baik. Itulah ketentuan Allah, dan itulah yang harus dimengerti oleh setiap orang yang mau menggunakan akalnya.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menghujat siapa-siapa, tetapi sekadar mengingatkan bahwa “bila hidup tidak arif, maka badan akan binasa.” Kearifan bukan kecurigaan. Kearifan adalah pandangan mata batin yang halus karena kebersihan hati, ketinggian budi, dan kedekatan dengan Rabbul’izzati. Semua manusia dianugerahi kemampuan untuk arif melihat dunia. Orang yang tidak arif bukanlah orang yang tidak punya pandangan mata batin itu, tetapi orang yang mata hatinya terkunci mati oleh kecintaannya terhadap dunia yang berlebihan.

Kalimat awal yang keluar dari mulut sopir di atas seharusnya memancing kearifan kita untuk bertanya, “tidak pantaskah kita menduga bahwa ada sebuah skenario besar (grand design) sedang dimainkan di balik kabut asap yang sudah berulang selama 18 tahun untuk menghancurkan sebuah generasi di negeri para pejuang ini ? Tidak terlalu bodohkah kita untuk berkata bahwa ini adalah hanya faktor alam atau hanya sekedar ulah segelintir orang yang tidak tahu adat dan hanya mementingkan diri sendiri untuk mencari kekayaan dengan mudah walau mengorbankan orang lain?

Tidak pantaskah kita menduga bahwa ada sebuah skenerio besar di balik mewabahnya narkoba sampai menjamah anak-anak kecil di sekolah rendah walau ancaman hukumannya sampai mati? Tidak sepantasnyakah kita menduga bahwa ada skenerio besar di balik mengguritanya korupsi di hampir semua tingkat kekuasaan dan kesempatan sampai ke masyarakat paling bawah?  Tidak sepantasnyakah kita menduga bahwa ada skenario besar di balik berpecahbelahnya masyarakat sejak yang status sosialnya paling elit sampai ke paling bawah yang hidupya paling sulit? Atau, sudah tidak ada lagikah kearifan Melayu yang diajarkan oleh orang tua-tua bersemi di dalam jiwa, sehingga hati dan rasa benar-benar telah tumpul dan mati karena kebodohan yang tertanam sekian lama oleh ketamakan terhadap benda dunia? Tidak terlalu bodohkan kita untuk berkata bahwa semua itu hanyalah persoalan bisnis atau politik yang tidak ada sangkut pautnya dengan pihak-pihak tertentu yang ingin merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara atau bahkan menghancurkan sebuah negara yang bernama Indonesia?

Siapa saja yang masih punya kearifan akan bertanya tiada henti, “ulah siapakah ini ?”, bukan untuk mengkambinghitamkan orang atau pihak lain, tetapi untuk mengevaluasi diri secara jujur, dimanakah letak kesalahan mengurus negeri ini. Orang arif tidak akan membuang waktu untuk menyalahkan orang. Orang arif lebih suka merenung apa yang salah pada dirinya sehingga orang lain leluasa berlantasangan kepadanya. Tetapi, pernahkah kita, tentunya para penguasa, melakukan perenungan seperti itu? Bukankah mereka lebih banyak merenungkan strategi bagaimana memenangkan setiap pertarungan politik yang dijadwalkan dari satu periode ke periode berikutnya?

Hidup memang harus arif. Orang yang tidak arif, apalagi pemimpin yang diserahi amanah untuk mengurus negeri, akan menuai petaka untuk diri dan rakyatnya. Tidak akan pernah ada kebijaksanaan bagi pemimpin yang tidak arif. Tetapi tidak akan ada juga kearifan bagi pemimpin yang hatinya terselimuti oleh kepentingan. Kearifan hanya akan hinggap kepada pemimpin yang hatinya memikul kewajiban, dan bukan kepentingan. Rasa wajib membuat seorang pemimpin menjadi pengayom rakyat, sementara rasa kepentingan membuat mereka memperalat rakyatnya. Ia melindungi kepentingan rakyat dengan jabatan yang ada di tangannya, dan ia tidak melindungi kepentingannya dengan rakyat yang ada dalam kekuasaannya. Itulah beda pemimpin yang memikul kewajiban dari pemimpin yang menyimpan kepentingan.

Maka, hanya pemimpin ariflah yang akan merasakan bahwa di negerinya sedang berlaku sebuah skenario  besar dari orang-orang jahat untuk merampas kekayaan alamnya sedemikian rupa. Hanya pemimpin ariflah yang akan merasakan betapa rakyat dan generasi mudanya sedang diracuni dan dibunuh secara pelan, agar dalam jangka waktu tertentu mereka bisa menguasai semua petonesi yang ada di negeri itu. Hanya pemimpin ariflah yang akan khawatir bila anak cucu yang ditinggalkannya nanti lemah badannya, lemah akalnya, lemah semangatnya, lalu lemah imannya. Hanya pemimpin ariflah yang akan tersadar oleh firman Allah, “dan hendaklah khawatir orang-orang yang bila mereka meninggalkan keluarga atau anak cucunya dalam keadaan yang lemah-lemah. Hendaklah mereka benar-benar mengkhawatirkan hal itu akan terjadi.” (QS.14:11, 8:53). Pemimpin ariflah yang akan menangkap isyarat bahwa: dengan asap yang ditebar secara dahsyat, para penjahat sedang menebar racun jangka panjang untuk membunuh anak-anak yang hidup hari ini secara pelan-pelan di masa datang; dengan narkoba yang “dibagi-bagi” setiap hari, para penjahat itu sedang menebar virus untuk melumpuhkan otak dan kecerdasan anak-anak bangsa sebagai pewaris dan yang seharusya akan memimpin negeri ini di masa datang; dengan mempertajam perbedaan antara aliran serta paham keagamaan dan kebangsaan dan juga partai-partai politik yang ada, para penjahat itu sedang menabur debu kebencian untuk membuat sesama penduduk negeri ini menjadi saling bermusuhan, berpecah belah, lalu dengan semua itu akan lemahlah segala kekuatan dan akan leluasalah mereka menguasai negeri ini sebagai “penjajah” yang bisa jadi lebih keji lagi dari imperialis Eropa selama 350 yang lalu itu.

Bisa saja presidennya masih anak jati  bangsa, bisa saja menteri-menterinya juga sama, tetapi semua tidak lebih dari sebagai boneka. Tali kendali masih ada di tangan kita, tetapi arah dan tujuan negera mereka yang menentukan secara “paksa.” Maka, bukankah itu sebuah sekenario besar, atau juga hidden skenario yang hanya bisa dibaca oleh para pemimpin atau tokoh-tokoh yang arif, tetapi tidak akan terbaca oleh  pemimpin atau tokoh yang hatinya telah terkekang oleh kepentingan-kepentingan ingin cepat menikmati untuk tujuan-tujuan jangka pendek.

Kini, hanya ada dua pertanyaan, menyerah atau melawan? Menyerah, berarti menjadi pengkhianat kepada para pahlawan. Melawan, harus ditempuh dua tuntutan: cerdaslah, dan bersatulah. Bila tidak ingin dijajah kembali setelah 70 tahun merdeka, pilihan kedua adalah keniscayaan.

 

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Selasa, 22 September 2015

redaksi@uin-suska.ac.id

Focus Group Discussion Himpun 35 Makalah Dudukkan Konsep Integrasi Keilmuan Versi UIN Suska Riau

$
0
0

uin-suska.ac.id – Diskusi yang diwarnai perdebatan-perdebatan alot tampak mengemuka pada acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar bagian akademik UIN Suska Riau pada Selasa (22/9/2015) bertempat di hotel Zaira jalan Tuanku Tambusai Pekanbaru. Acara yang melibatkan 35 orang peserta diskusi yang terdiri dari para guru besar dan Doktor dilingkungan UIN Suska Riau itu merupakan bagian dari tindak lanjut penyelarasan integrasi keilmuan dalam kurikulum dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) UIN Suska Riau.

Ada 35 makalah yang terkait dengan integrasi keilmuan yang dihimpun pada FGD ini. Acara dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama fokus pada pembahasan konsep dan paradigma Integrasi Keilmuan. Sedangkan sesi kedua fokus pada model dan strategi implementasinya pada pengembangan dan pelaksanaan kurikulum UIN Suska Riau. Acara dibuka langsung rektor UIN Suska Riau, Prof Dr H Munzir Hitami, MA, yang sekaligus bertindak sebagai salah satu penyaji makalah.

Dalam makalahnya Prof H Munzir Hitami, MA mengungkapkan urgensi Integrasi keilmuan (Sain dan Islam-Red) saat ini. Dimana dikotomi Ilmu pengetahuan telah berdampak pada keterbelakangan dunia Islam dalam ruang Sains dan Teknologi. Karena umat Islam sendiri jadinya lebih terkonsentrasi pada bidang kajian keagamaan. Disisi lain, berubahnya kecenderungan pengembangan keilmuan pada madrasah-madrasah dan pondok-pondok pesantren yang semula dominan kejuruan agama, beralih pada pada IPA dan IPS mendorong pelajaran agama tak lagi menjadi core. Akbatnya, peminat-peminat studi Keislaman yang selama ini ada di IAIN semakin menurun. Karena mereka lebih memilih perguruan tinggi “sekuler”.

Pada kesempatan tersebut, Munzir mengurai model dan strategi integrasi keilmuan dari asumsi dasar antara Theism- Tauhid dan Atheism-Deism. Dimana, didalamnya mencakup Ilahi, ubudiyah, hubungan manusia-Allah, mumalah yang memadukan empirik transandental dengan ruh, empirik etik dengan qalbu dan akal, empiri logik dengan otak, dan empri sensual dengan Indra. “hal inilah yang nantinya akan melahirkan Insani” unjar Munzir.

Dalam pembahasan strategi, pada kesempatan tersebut, Munzir juga mengungkapkan potensi integrasi keilmuan untuk berkembang. Didasari perilaku, Sains dan Teknologi, Agama, Fitrah Insani dan Tauhid. Memperkuat pola-pola integrasi menurut Munzir, bisa dilakukan dengan memperkuat asumsi dasar, membangun teori ilmiah Islami, penanaman Ajaran dan nilai-nilai Islam melalui mata kuliah, penjelasan Saintifik pada matakuliah “agama”, pembacaan referensi Waratsah Islamiyah, dan penggunaan referensi atau buku daras yang sudah disusun sesuai dengan konsp integrasi. Munzir juga membahas tentang seluk beluk kurikulum dari sisi Scientific Subjects dan Religious Sciences.

Ada lima pemakalah dalam sesi pertama FGD ini. Disamping rektor UIN Suska Riau, Prof Dr H Munzir Hitami, MA, juga rektor lama, Prof Dr H Amir Luthfi dan Prof Dr H M Nazir, MA, serta Prof Dr Raihani dan Dr. Fauzan Ansyari. Kesemuanya disajikan secara bergantian, yang diwarnai perdebatan-perdebatan alot dari para peserta.

Sementara itu dari panitia penyelenggara, Wakil Rektor I UIN Suska Riau, Dr Hj Helmiati, M.Ag mengugkapkan, salah satu argumentasi dan cita-cita ideal yang ingin kita capai dengan konversi IAIN menjadi UIN agar kita dapat mewujudkan integrasi keilmuan : yaitu terintegrasinya ilmu-ilmu umum sains dan ilmu-ilmu agama. Sehingga harapannya UIN Suska Riau bisa melahirkan lulusan yang tidak hanya menguasai sains sesuai bidangnya tetapi juga memiliki kompetensi keislaman, tahu, paham dan mengamalkan ajaran islam
Ruhnya bagaimana pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan sebagai basis kemajuan umat manusia tidak dilepaskan dari aspek spiritual yang berlandaskan pada sisi normatif al-Quran dan Sunnah. Sebaliknya, dalam memahami ajaran agama yang bersumber dari wahyu, juga memerlukan pendekatan multi disiplin, interdisiplin dan transdisiplin.

Untuk itu dalam Renstra UIN satu hal utama yang harus kita lakukan adalah mereview dan mengembangkan kurikulum untuk disesuaikan dengan visi Univ ini. Yaitu bagaimana agar konsep integrasi keilmuan itu dapat dijewantahkan dan diartikulasikan ke dalam rumusan kurikulum dan diwujudkan dalam implementasi kurikulum.

kegiatan ini baru awal dari agenda besar kegiatan pengembangan  kurikulum. Jadi masih akan menuntut kerja2 lanjutan. Kegitan pengembangan kurikulum telah diawali dengan Meminta tulisan atau makalah tentang konsep dan paradigma integrasi sains dan Islam dan  implementasinya dalam kurikulum, Fokus Group Discussion yang diharapkan dapat mendudukkan konsep integrasi keilmuan versi UIN Suska itu seperti apa dan bagaimana model dan strategi implementasinya dalam kurikulum dan pelaksanaannya. Mengkompilasi pemikiran tersebut untuk dijadikan konsep teoritisdan filosofis yang akan menjadi acuan oleh civitas akademika UIN kita dalam pengembangan kurikulum dan implementasinya. Sosialisasi Konsep dan paradigma integrasi keilmuan, Workshop pengembangan kurikulum dan mengadakan diskusi, seminar, kajian antar dosen agama, sains, dan humaniora, agar keilmuan bisa saling menyapa dan mengisi dan saling berintegrasi antara pengampu bidang ilmu agama, sains dan humaniora.

Selain itu, kita juga masih punya tugas berat lainnya menyelaraskan kurikulum dengan KKNI. “Ini sudah menjadi regulasi pendidikan bahwa setiap prodi wajib menyelaraskan kurikulumnya dengan KKNI. Kita juga sudah memulainya dengan sosialisasi KKNI kepada ketua prodi dan sekretaris prodi dan ditindak lanjuti dengan workshop-workshop”. Ujar Helmiati.

 

Penulis: Suardi

(Tim liputan Suska News: Azmi, Donny, PTIPD)

 

redaksi@uin-suska.ac.id

Kurban Perspektif Peternakan (Restu Misrianti)

$
0
0

Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau

SETIAP Hari Raya Idul Adha permintaan akan hewan ternak terus meningkat. Dalam surat Al Hajj ayat 34 disebutkan bahwa yang disyariatkan untuk disembelih pada Idul Kurban adalah hewan ternak. Tidak semua hewan yang ada di muka bumi ini disebut sebagai ternak. Dalam dunia peternakan, yang disebut dengan ternak adalah hewan liar yang telah dijinakkan, dipelihara oleh manusia dan memberi manfaat untuk manusia tersebut. Beberapa hewan ternak yang dianjurkan untuk dikurbankan antara lain sapi, unta, domba, dan kambing. Lalu bagaimana dengan kambing hutan, yang sejatinya  berasal dari  subspesies yang sama dengan kambing ternak. Allah tidak menganjurkan kambing hutan dijadikan sebagai hewan kurban karena bukan hewan yang diternakkan, meskipun beberapa ulama berpendapat bahwa kambing hutan halal untuk dimakan.

Ketika kita berkurban, tentunya kita menginginkan ternak yang kita kurbankan memiliki kualitas daging terbaik untuk dikonsumsi manusia. Kualitas daging dipengaruhi oleh dua hal yaitu pada waktu ternak masih hidup dan setelah dipotong. Nuerenberg pada 2005 melakukan penelitian untuk membandingkan kualitas daging antara sapi jantan yang dikandangkan (indoor) dengan  sapi jantan yang dipelihara dengan sistem pasture (padang penggembalaan). Setelah sapi dipotong dan dianalisis kualitas dagingnya ternyata menunjukkan bahwa pemeliharaan sapi kelompok pertama (sistem indoor) menghasilkan marbling lebih tinggi, warna daging lebih cerah, dan kualitas daging yang lebih empuk dibandingkan kelompok kedua yang dipelihara di pasture atau dipadang penggembalaan. Hal yang serupa juga tentunya akan kita temui pada hewan ternak yang dipelihara oleh peternak dan hewan liar  (kambing hutan). Tentunya kambing yang diternakkan (dipelihara) akan menghasilkan kualitas daging yang lebih baik dibanding kambing hutan yang hidup liar.

Islam pun mensyaratkan bahwa ternak yang dikurbankan harus bebas dari aib seperti (cacat) yang mencegah keabsahannya. Misalnya buta, sakit, pincang dan sangat kurus. Persayaratan ini juga digunakan ketika kita memilih ternak bibit atau benih yang unggul.  Berdasarkan pedoman good breeding practice yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pertanian syarat pertama ternak bibit yang unggul yaitu  bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal.

Selain faktor kesehatan, dalam sebuah hadits dikatakan bahwa jangan menyembelih hewan kurban kecuali musinnah (cukup umur). Pada ternak sapi, musinnah dicapai pada umur dua tahun lebih, sedangkan pada ternak kambing musinnah dicapai pada umur 1 tahun. Penelitian Kalsum (1998)  membandingkan kualitas daging kambing pada berbagai tingkat umur potong menunjukkan bahwa kambing dengan umur potong satu tahun ternyata menghasilkan rataan nilai keempukan daging paling tinggi. Daging kambing umur satu tahun lebih empuk dibandingkan dengan daging kambing yang lebih tua, disebabkan karena perbedaan ukuran serat dan berkas otot.

Menurut Twelve (2008) apabila hewan bertambah tua maka terjadi perubahan struktur jaringan ikat daging menjadi lebih keras. Pemotongan ternak muda (kurang dari satu tahun) juga tidak disarankan dalam pelaksanaan Idul Adha. Ditinjau dari ilmu peternakan, hal ini disebabkan karena ternak muda tersebut masih mampu mengonversi atau mengubah pakan secara efisien menjadi penambahan bobot daging, sehingga tidak efektif jika harus dipotong dalam masa pertumbuhan tersebut.

Pelaksanaan ibadah kurban juga menjamin jumlah populasi ternak yang dikurbankan tidak akan punah. Hal ini terlihat pada syarat bahwa ternak yang dikurbankan diutamakan adalah ternak jantan. Jika ternak yang dikurbankan adalah ternak betina, tentunya akan mempengaruhi perkembangan populasi ternak karena fungsi bereproduksi atau berkembang biak sejatinya ada pada ternak betina. Dalam usaha pembibitan, memelihara pejantan dalam jumlah yang banyak dalam satu peternakan dianggap tidaklah efektif. Adanya teknologi kawin suntik (inseminasi buatan) juga semakin meminimalisir keperluan akan pejantan, pejantan yang digunakan biasanya berasal dari Balai Inseminasi Buatan yang sudah teruji keunggulannya. Sehingga memotong ternak jantan pada saat Hari Raya Idul Adha tidak akan berpengaruh signifikan terhadap perkembangan  populasi ternak.

Selain hikmah dari ternak yang dikurbankan, Idul Adha juga memberikan makna bagi para peternak. Idul kurban bisa menjadi motivasi bagi para peternak lokal kita untuk menghasilkan ternak yang memiliki performa terbaik, bentuk fisik sempurna dan dengan persentase daging yang tinggi. Pemerintah juga menargetkan permintaan ternak untuk ibadah kurban dipenuhi dari ternak lokal. Tidaklah sulit untuk mewujudkan target tersebut mengingat kekayaan rumpun ternak lokal di Indonesia, mulai dari sapi bali di Provinsi Bali, sapi pesisir di Sumatera Barat, dan juga sapi kuantan di Provinsi Riau. Harga ternak lokal yang cenderung terjangkau menjadikan ternak lokal sebagai ternak primadona dalam ibadah berkurban dan peternak lokal menjadi pelaku utama dalam menyediakan ternak yang akan dikurbankan. Sehingga pelaksanaan ibadah kurban diharapkan juga menjadi momentum untuk memakmurkan para peternak kecil yang memelihara ternak lokal.

Selamat merayakan Idul Kurban. Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari ajaran sempurna Idul Kurban.

 

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Jumat, 25 September 2015

redaksi@uin-suska.ac.id

MoU UIN Suska Riau dengan Sowing Seeds of Hope Throughout Southeast Asia (SEEDS)


SURAT EDARAN PEMBERITAHUAN LIBUR (BARU)

$
0
0
  1. Kegiatan Perkuliahan dan Pelayanan Diliburkan mulai hari Rabu s/d Jum’at tanggal 30 September s/d 02 Oktober 2015
  2. Untuk hari Senin tanggal 05 Oktober 2015 tetap masuk seperti biasa.

SURAT EDARAN – PEMBERITAHUAN LIBUR

$
0
0

SURAT EDARAN

Nomor : Un.04/R/KP.08.2/3261/2015

 

Hal : Pemberitahuan Libur

Kepada : Seluruh Civitas UIN SUSKA Riau

 

Melihat pengamatan papan indeks standar pencemaran udara (ISPU) di kota Pekanbaru dalam kategori tingkat berbahaya dan juga edaran kepala dinas kesehatan Propinsi Riau Nomor 441.7/Promkes-I/IX/2015/4202 tentang himbauan ke masyarakat dalam rangka antisipasi terhadap dampak asap di Propinsi Riau serta hasil rapat pimpinan terbatas tanggal 28 September 2015, oleh karena itu dapat diberitahukan :

  1. Bahwa kegiatan perkuliahan dan pelayanan diliburkan, mulai hari rabu s/d jumat tanggal 30 September s/d 2 Oktober 2015
  2. Untuk hari senin, tanggal 5 oktober 2015 tetap masuk seperti biasa

Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalam, Pekanbaru 9 September 2015

Rektor

Prof. Dr. H. Munzir Hitami, MA

 

Gsurat edaran

UIN Suska Riau Tanda tangani MOU dengan Seeds; Berharap Jadi Cikal Bakal Kelas Internasional pada Prodi Umum

$
0
0

 uin-suska.ac.id – Selasa (29/9/2015) tepatnya sekitar pukul 13.30 WIB, dua orang warga negara  kulit putih  didampingi Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, tiba di Lantai IV Gedung Rektorat UIN Suska Riau. Ia adalah Mr. Brian Roderick Douglas, koorditor proyek Sowing Seeds of Hope Throughout Southeasst Asia (Seeds) untuk Indonesia bersama seorang rekannya.

Kedatangan dua orang delegasi organisasi internasional yang bergerak di bidang pendidikan dan pembangunan sosial ekonomi di Asia ini, guna menandatangani MOU dengan UIN Suska Riau, sekaligus MOA dengan Fakultas Psikologi UIN Suska Riau.

Setelah sejenak berbincang bersama Rektor, Prof Dr H Munzir Hitami, MA dan Wakil Rektor I dan III, prosesi penandatanganan MOU dan MOA pun dimulai. Dipandu langsung Wakil Rektor III, Dr Tohirin, M.pd, bertempat di ruang rapat pimpinan lantai IV gedung Rektorat UIN Suska Riau.

Dalam laporannya, Wakil Dekan I Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, Prof H Raihani, Ph D mengungkapkan, kerjasama dengan Seeds sebenarnya sudah lama direncanakan. Namun baru dapat terealisasi saat ini. Kerjasama meliputi, pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang berlaku selama lima tahun. “intinya kita akan bekerjasama untuk membangun SDM kita di Fakultas Psikologi” ungkap Raihani.

Dilanjutkan Raihani, untuk tahap awal kerjasama difokuskan dalam bentuk penyediaan tenaga pengajar dari Seeds pada english course. Selanjutnya, kita berharap akan ada tenaga-tenaga pengajar lainnya dari Seeds di bidang Psikologi.

Sementara itu Rektor UIN Suska Riau, Prof Dr H Munzir Hitami, MA dalam sambutannya mengungkapkan rasa bahagia bisa bekerjasama dengan Seeds. “Ini kegiatan penting, dan perlu ditanggapi dengan serius, agar lebih bermakna” ujar Munzir. Hal itu sejalan dengan rencana UIN Suska Riau untuk mewujudkan kelas Internasional pada prodi umum.

Selama ini kelas Internasional UIN Suska Riau, masih terfokus pada islamic studies dengan bahasa utama menggunakan bahasa Arab. Sedangkan kelas Internasional prodi umum, dengan bahasa utama tentunya bahasa Inggris belum. Hal ini dikarenakan keterbatasan dosen berbahasa Inggris. Ungkap Munzir.

Untuk itu perlu adanya latihan-latihan intensif para civitas akademika, dan para pegawai. “kerjasama ini salah satu bentuk kegiatan real” ungkap Munzir. Karena mau tak mau, suka tak suka kita akan dihadapkan pada kewajiban berbahasa Inggris dengan penguasaan Toefl. Hal itu juga  seiring visi UIN Suska Riau menjadi World Class University.

Pada kesempatan yang sama, koordinator proyek Seeds Mr. Brian Roderick Douglas dalam sambutannya mengungkapkan, kerjasama ini merupakan yang kedua dengan universitas di Indonesia, setelah Universitas Hasanuddin. Untuk itu, Seeds sangat berterimakasih kepada Rektor dan Prof Raihani, P hD, yang telah merintis dan menggagas kerjasama ini.

Ia juga mengaku sangat terkesan dengan antusias UIN Suska Riau dalam mewujudkan kerjasama ini. “jika biasanya merealisasikan kerjasama ini butuh waktu empat sampai lima bulan, kami kira ini akan dapat diwujudkan dalam waktu satu bulan” ungkap Brian Roderick Douglas. Douglass juga mengingatkan, keberhasilan proyek ini, tentunya tergantung kesungguhan peserta nantinya.

Selain diisi dengan penyerahan cendramata, acara juga diisi dengan tanya jawab para hadirin yang hadir. Baik dari kalangan dosen, maupun para mahasiswa.

 

Penulis: Suardi

(Tim liputan Suska News: Donny, Azmi, PTIPD)

 

redaksi@uin-suska.ac.id

Kucing Hitam dan Kucing Putih (Prof. Dr. Alaidin Koto)

$
0
0

Guru Besar Fakultas Syari’ah dan  Ilmu Hukum UIN Suska Riau

ALKISAH, ada seekor kucing betina yang sedang sakit. Dia punya anak dua ekor, satu putih dan satu lagi hitam. Merasa ajalnya sudah dekat, sang ibu memanggil kedua anaknya untuk diberi nasihat. “Anak-anakku yang ibu sayangi,” katanya memulai pembicaraan. “Mendekatlah kalian kesini, ibu mau bicara”. Dengan perasaan sedih bercampur cemas, si hitam dan si putih segera mendekat kepada ibunya. “Nanti, bila ibu telah mati, kalian tentu akan tinggal di rumah orang. Pesan ibu, tikus satu ekor jangan dihabiskan”. Si hitam yang agak bandel, langsung pergi meninggalkan ibu dan adiknya setelah mendengarkan pesan itu. Dia merasa sudah cukup mengerti dengan pesan ibunya, sehingga tidak perlu lama-lama tinggal disitu menunggu ibunya mati.

Selang beberapa bulan sepeninggal ibunya, si hitam berjumpa dengan si putih di sebuah pasar. Si putih kaget bukan kepalang  melihat kakaknya kurus kering dan badannya luka-luka, sementara si putih gemuk dan bersih. Prihatin menengok kakaknya, sang adik langsung bertanya, “kak, kenapa kakak kurus begini? Ada apa dengan kakak?” Dengan raut wajah sedih, sang kakak menjawab “inilah akibat dari pesan ibu kita, kakak jadi menderita seperti ini.” Si adik terkejut mendengar jawaban kakaknya.

“Memangnya kenapa dengan pesan ibu kita Kak?”  Si adik bertanya. “Ibu bilang, kalau kalian di rumah orang, tikus seekor jangan dihabiskan,” jawabnya. “Lalu apa yang kakak lakukan ?” si adik bertanya lagi. “Ya, kakak tangkap tikus, lalu kakak makan separuh, dan separuhnya lagi kakak letakkan di tempat tidur majikan agar ia tahu kalau kakak sudah menangkap tikus. Kakak berharap dengan cara seperti itu, majikan kakak akan sayang,  karena  dianggap rajin bekerja. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Kakak dipukuli dan dibuang dari rumah, sehingga hidup terlunta-lunta,” jawabnya. “Ooo begitu. Itulah salahnya kakak, ibu belum selesai bicara, kakak sudah pergi, sehingga kakak salah memaknai kata-kata ibu, “ kata adiknya. “Memangnya apa yang dimaksud oleh ibu?” si kakak kembali bertanya.

“Maksud ibu begini. Bila kita tinggal di rumah orang, kita harus pandai-pandai dengan majikan. Buat ia senang dengan kita dan buat dia merasa terus memerlukan kita, sehingga kita disayang dan diberi makan yang cukup” jawab si adik. “Lalu, bagaimana caranya.” Si kakak terus bertanya. “Bila di rumah ada sepuluh ekor tikus, jangan ditangkap semuanya dalam satu hari. Tapi angsur satu ekor-satu ekor setiap hari, sampai tinggal satu ekor saja. Yang satu ekor itu pelihara baik-baik,” kata si adik. “Maksudnya?”, si kakak bertanya lagi. “Maksudnya, bila terdengar tikus lari-lari di atas loteng, sementara kakak ada di ruang keluarga bersama majikan , kakak pura-pura terkejut di depan majikan, lalu langsung naik ke atas loteng mengejar tikus. Setelah tikusnya dapat kakak tangkap, bawa ke depan majikan kemudian naik lagi ke atas loteng dan tikus itu dilepas kembali. Setelah itu, kakak istirahat saja di sana, seolah-olah sedang memakan tikus. Lakukan itu terus menerus, sehingga majikan kakak merasa tikus masih banyak di rumahnya, dan kakak tetap diperlukan di rumah itu. Yakinlah, dengan cara itu kakak akan disayang oleh majikan kakak,” kata adiknya.

Si hitam termenung mendengar penjelasan adiknya yang sangat cerdik itu, dan menyesal tidak mendengarkan kata-kata ibunya sampai selesai. Lalu ia termenung di sudut pasar memikirkan  kata-kata adiknya dan bertekad  untuk mempraktikkan di rumah atau di tempat majikan yang baru, agar nasibnya berubah, hidupnya makmur seperti adiknya. Terpikir olehnya betapa cerdiknya akal yang diajarkan oleh sang ibu kepada adiknya, sehingga, seakan-akan mengajarkan bagaimana strategi kerja agar selalu  mendapat proyek atau pekerjaan tidak boleh dikerjakan secara sempurna, sehingga setelah pekerjaan selesai, maka habis pula proyek, dan habis pulalah pemasukan.

Tapi, bukankah ajaran seperti itu yang disebut sebagai “cerdik buruk?” Kita mendapat, tapi   orang dirugikan. Berbeda dari yang diajarkan oleh agama “kita beruntung, orang mendapat”. Atau , paling tidak, kita beruntung , tetapi  orang tidak rugi. Prilaku si kucing putih tidak ubahnya seperti perilaku  penjahat krah putih (white collar crime). Penampilannya rapi, bahkan negara  yang memberikan  kepercayaan  kepadanya untuk mengurus suatu urusan. Si kucing  putih laksana si “krah putih”. Bersih kulitnya, bersih pakaiannya, tetapi kotor hatinya. Di hatinya hanya ada kepentingan yang ingin dikejar, walau orang lain, bahkan negara sekalipun harus dirugikan. Proyek harus ada di genggaman tangan setiap tahun, walau cara mendapatkannya harus dengan mengorbankan kepentingan orang banyak.

Lalu, mungkinkah kebakaran lahan dan asap yang sudah berlangsung selama 18 tahun di Bumi Lancang Kuning , Riau, juga karena ulah si “kucing putih” yang cerdik buruk itu, sehingga terjadi dan terjadi lagi terus menerus, sambung menyambung tanpa henti sampai hutan benar-benar ludes, sampai anak negeri ini benar-benar kehabisan daya  untuk mengurus negerinya sendiri di masa datang ?

Entahlah. Kita tidak tahu. Yang kita tahu adalah bahwa kita tidak tahu kenapa kebakaran  lahan dan asap ini  terus saja berulang  setiap tahun, seakan-akan dirancang sebagai sebuah “program tahunan”, yang harus dikerjakan sebagai sebuah pekerjaan rutin  yang harus ada. Seakan-akan, kebakaran  lahan dan asap  harus ada agar ada pula yang harus dikerjakan walau rakyat dan anak-anak bangsa harus menanggung risikonya.

Ya Allah. Engkaulah Yang Maha Tahu,  dan Engkau pula Yang Maha Tahu apakah manusia seperti si kucing putih itu akan dibiarkan terus hidup, sehingga negeri kami akan semakin menderita sebagai azab bagi bangsa yang durhaka, atau akan memberi balasan kepadanya, sesuai  kejahatan yang dilakukannya, dan memberikan kembali kenikmatan hidup bagi anak-anak negeri yang telah lama menderita. Ya Allah, kami berserah diri kepada Engkau.

 

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Jumat, 2 Oktober 2015

redaksi@uin-suska.ac.id

Saatnya Manusia Sadar (Prof. Dr. Samsul Nizar)

$
0
0

Guru Besar Filsafat Pendidikan Islam UIN Suska Riau

SECARA umum, setiap manusia menyadari bahwa dirinya merupakan ciptaan dan berada di bawah kekuasaan Tuhan. Namun, tanpa disadari terkadang manusia menempatkan dirinya melapaui “Tuhan”. Tatkala Tuhan dengan Rahman dan Rahim-Nya melampaui murka-Nya yang diwujudkan dengan pengampunan terhadap hamba. Apatahlagi tatkala hamba memohon pengampunan dengan ketulusan dan penyesalan yang mendalam. Untuk itu, Tuhan telah mengajarkan kepada manusia untuk sadar atas ketidakmampuan dan sifat ketergantungannya.

Apa yang ditunjukkan Tuhan kepada hamba-Nya yang sombong dan mengambil hak Tuhan, sesungguhnya dapat terlihat pada pengusiran iblis dari surga-Nya disebabkan keengganan iblis mengakui kelebihan Nabi Adam. Kesombongan iblis dipicu oleh keangkuhan atas asal kejadiannya, ketaatan ibadahnya, senioritas penciptaan atas dirinya. Dan ketinggian derajatnya. Akibatnya, iblis diusir dari surga-Nya. Pengusiran tersebut disebabkan iblis mengambil sifat Tuhan dengan kesombongan atas status yang dimilikinya. Akibat dari pengusiran tersebut, iblis memproklamirkan permusuhan, menanam dendam, dan menyemai kebencian mendalam terhadap Nabi Adam. Dendam dan kebencian pada Nabi Adam dan anak cucunya berlangsung sejak iblis diusir sampai hari kiamat.

Dalam konteks di atas, iblis tidak pernah introspeksi atas dirinya dan melihat keunggulan orang lain yang mungkin tak pernah dimilikinya. Secara tidak bijak justru iblis menjadikan Nabi Adam sebagai musuh, bukan merangkul Nabi Adam sebagai kekuatan yang saling melengkapi. Dalam hal ini, iblis menyelesaikan persoalan dengan dendam kesumat.  Apakah setiap kebenaran yang muncul harus disikapi dengan kebencian. Sebagaimana kebenaran firman Allah yang disikapi oleh iblis dengan pengingkaran dan kebencian yang mendalam.

Dendam iblis terhadap Nabi Adam dan anak cucunya sedemikian mendalam. Tak terlihat sedikitpun ruang untuk mengurai benang kusut tersebut. Iblis tak sadar bahwa dendam yang dihunus telah menempatkan dirinya di atas Tuhan. Padahal, Iblis tidak memberikan apa-apa kepada Nabi Adam dan keturunannya. Sementara Tuhan yang memenuhi seluruh hajat hidup hambanya melalui nikmat yang diturunkan-Nya tak pernah dendam tatkala hamba mengingkari ajaran-Nya. Padahal, dendam tak akan bisa pernah terselesaikan dengan dendam, kebencian tak akan pernah terselesaikan dengan kebencian, tapi kesemua itu hanya bisa diselesaikan dengan introspeksi diri dan ketulusan hati. Dalam hal ini, Plato pernah berpesan dalam kata filosofi nan bijak, “tatkala anak kecil takut kegelapan akan tetapi justru orang dewasa takut dengan sesuatu yang terang”. Anak kecil takut gelap karena sucinya diri yang tak mengikari kedudukan Tuhan sehingga ia selalu mencari terangnya kebenaran. Namun, orang dewasa takut suasana terang karena ingin menyembunyikan kotornya diri dari pengetahuan orang lain.

Apa yang dipesankan Plato di atas menyadarkan kita kebenaran fenomena kenapa anak kecil takut kegelapan, berbeda dengan orang dewasa yang justru tak bisa tidur tatkala sinar lampu yang terang benderang. Sebuah kebenaran fenomena yang sering tak mampu terbaca secara bijak dan cerdas.

Dendam hanya akan membuahkan kebencian. Padahal, kebencian akan berubah menjadi kecintaan hanya dimiliki oleh hamba Allah yang kuat. Sebaliknya, kebencian akan kekal menjadi kebencian yang berkarat berakar tunggang karena berada pada hamba Allah yang lemah.

Dendam dan kebencian sebagai penyakit psikis, secara psikologis akan memicu timbulnya berbagai penyakit fisik. Di antara penyembab munculnya dendam dan kebencian disebabkan oleh “keserakahan” diri yang terbendung. Tatkala keserakahan tak tercapai, maka munculah dendam dan kebencian. Keserakahan yang muncul dapat berwujud pada materi, jabatan dan kedudukan, kekuasaan, primordialisme, dan sebagainya. Hanya disebabkan oleh perbedaan, acapkali manusia bertindak tidak bijak dan tampil menjadi kekuatan yang melampaui kekuatan Tuhan.

Dendam, kebencian, dan keserakahan pada terminalnya akan berujung pada upaya menyengsarakan orang lain. Kesengsaraan yang ditimbulkan bagai kebakaran di lahan gambut. Ianya bukan hanya tertuju pada personal, akan tetapi menjalar secara masif dalam dimensi yang luas.

Dalam dimensi lain, pelaksanaan supremasi hukum yang tidak kokoh akan menyebabkan ketidakadilan dan kezaliman. Keputusan yang hanya mengacu oleh kepentingan dengan dalil akal yang subyektif akan menyebabkan kesengsaraan. Hukum yang demikian seakan melihat orang lain serba bersalah, dan meletakkan diri sebagai orang yang suci tanpa dosa. Padahal, mungkin diri justru lebih kotor dan salah ketimbang orang yang diputuskan bersalah. Seakan manusia lupa bahwa dirinya hanya sebatas hamba, bukan Tuhan yang Maha Suci dan Maha Benar nan obyektif.

Ruang melihat diri yang terbatas dan melihat orang lain tanpa batas seakan terdinding oleh arogansi yang memuncak. Sikap yang demikian hanya akan membuahkan malapetaka dan kezaliman. Padahal, Tuhan mengajarkan manusia perilaku bijak melalui firman-Nya. Seyogyanya, manusia mampu melihat dirinya dalam ruang yang luas dan orang lain dalam ruang yang sama pula. Hanya dengan demikian, kebajikan akan tertanam dan membuahkan kedamaian, sebagaimana yang diajarkan Tuhan.

Sudah saatnya manusia sadar akan keterbatasan dan kealpaan diri agar muncul kerendahan hati. Dengan kesadaran tersebut, manusia akan sadar bahwa dirinya hanya sebatas wakil Tuhan (khalifah), bukan setara Tuhan apatahlagi berada di atas “Tuhan”. Namun, jika kesadaran diri tertutup oleh kesombongan atas apa yang dimiliki dan berbuat aniaya pada orang lain, berarti manusia berupaya berada pada posisi di atas Tuhan. Ketika ini dilakukan juga, demikian angkuhnya manusia dengan keangkuhan yang dimiliki iblis. Semoga kita terlepas dari kesalahan yang memosisikan diri seakan di atas “Tuhan” dan menjadi hamba yang sadar bahwa diri hanya hamba yang akan diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan dalam peradilan obyektif. Wa Allahua’lam bi al-shawwab.

 

Diposkan Oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Senin, 5 Oktober  2015

redaksi@uin-suska.ac.id

Viewing all 1373 articles
Browse latest View live